Arbain Rambey
Sore itu di sebuah kafe yang khusus menjual kopi mutu tinggi di bilangan Kemang Utara, Jakarta Selatan, sembilan pria dan wanita melakukan kegiatan yang mungkin terlihat aneh di mata awam.
Secara kasatmata mereka memang minum kopi, artinya di depan orang-orang itu tersedia kopi yang siap minum. Tetapi, mereka tidak meminum langsung cairan dalam gelas yang mereka pegang. Ada kegiatan yang mendahului acara minum kopi itu: mencium-cium bubuk kopi dalam kantong kertas, lalu menulis sesuatu pada formulir yang disediakan.
Di atas meja bukan cuma seduhan kopi yang tersedia, tetapi juga aneka biji dan bubuk kopi, juga beberapa gelas seduhan kopi sekaligus untuk satu peminum
Kemudian, tidak selazimnya orang minum, mereka hanya mengecap sedikit, mengecap-kecapkan lidah, lalu menggoyang-goyangkan lidah, dan kemudian mencatat lagi di kertas yang disediakan.
"Kami melakukan cupping. Kami membanding-bandingkan beberapa kopi yang ada. Ini mirip kegiatan yang dilakukan para penggemar anggur, hanya detailnya berbeda," kata Tuti Mochtar, pengelola Café Caswell, tempat acara itu berlangsung.
Cupping dilakukan setiap Senin, Rabu, dan Jumat di sana. Yang hadir tidak selalu sama. Di samping anggota staf Caswell sendiri, beberapa penggemar kopi yang mayoritas pria silih berganti mengisi kursi-kursi cupper.
"Penggemar kopi yang datang silih berganti. Kami tidak membentuk organisasi formal, tetapi sudah terjalin jejaring para penggemar kopi di Jakarta," tambah Tuti.
Demikianlah, kopi punya penggemar fanatik yang cukup banyak. Minuman dari seduhan biji tanaman yang dipanggang ini kini mempunyai aneka peringkat, dari kopi yang sangat murahan dengan campuran jagung gosong di warung-warung kaki lima sampai kopi yang harga seteguknya mencapai puluhan ribu rupiah.
Ternyata minum kopi bukanlah sekadar membasahi tenggorokan saja. Itu sebabnya, banyak kafe yang hanya menjual kopi pun bisa hidup dan bertambah besar.
Pemanfaatan kopi pun sudah melintasi aneka batas. Dari sekadar sebagai minuman alternatif teh, membantu membuka mata saat begadang, hingga jadi simbol status. Sebagai simbol status, kopi yang dulu sempat disebut anggur dari Arab (Arabian Wine) itu ada beberapa tempat di Jakarta, di mana hanya orang berduit yang mampu memesannya.
"Saya minum kopi bersama rekanan bisnis. Bisnis biasanya lancar di kalangan orang yang punya kegemaran sama. Minum kopi bagi saya adalah sarana sosialisasi, di samping saya memang sangat gemar kopi," kata Peter Lydian, anggota staf perusahaan komputer besar.
Sore itu Peter ikut dalam cupping bersama beberapa penggemar kopi lain. Walau baru pertama kali saling bertemu, para cupper itu berbincang seolah sudah lama saling mengenal.
"Penggemar kopi berat umumya juga orang sibuk. Tidak heran setiap kali cupping saya selalu bertemu orang yang berbeda," tambah Ferry Indrawang, penggemar kopi lain. Ferry, seperti juga Peter, menganggap minum kopi adalah hobi utamanya.
Secara berkala pula, Caswell menyebarkan informasi bahwa ada kopi baru yang mereka datangkan. Di gudang Caswell terlihat puluhan karung biji kopi dari berbagai negara. Mereka juga punya daftar puluhan penggemar berat kopi. Biasanya, bila kebetulan sedang berada di Jakarta, mereka pasti mau hadir untuk cupping. Hasil penilaian cupping tersebut bisa diperoleh orang lain yang memerlukan.
Pertanyaan yang kemudian layak mengemuka adalah apa gunanya membanding-bandingkan rasa kopi dengan cara cupping itu?
"Peminum kopi terbagi dalam banyak tingkatan. Dari yang sekadar senang meminumnya sampai yang mengoleksi aneka rasa kopi dalam benaknya. Saya memang belum sefanatik itu, tetapi ada rasa puas kalau bisa tahu bahwa kopi yang saya nikmati lebih enak dari kopi yang saya nikmati sebelumnya," kata Arsi Aryanto, juga penikmat kopi.
Peter, Ferry, dan Arsi hanya sebagian kecil dari orang-orang gila kopi yang secara berkala menikmati kopi lalu berdiskusi tentang itu. Bagi mereka, kopi adalah segala-gala yang mereka pikirkan. Saat mengunjungi negara lain pun, hal pertama yang mereka lakukan adalah menikmati kopi setempat.
Pertanyaan yang juga layak dilontarkan kemudian, apa bedanya minum kopi di gerai-gerai waralaba kopi terkenal dengan minum kopi di gerai yang sangat khusus menjual kopi?
"Sangat berbeda. Minum di gerai terkenal itu kita minum kopi yang standarnya sudah terpaku. Standar yang khas yang dijaga baik-baik oleh gerai-gerai itu. Tetapi, minum kopi di kafe khusus kopi adalah menikmati sebuah keterbukaan. Kita bisa memilih jenis kopi yang kita mau, asal negaranya, jenis pemanggangannya, sampai dengan jenis pencampurannya. Kadang bisa dikatakan custom made," papar Peter.
Bagi para penggemar kopi, mencoba satu kopi lalu ke kopi yang lain layaknya wisata kuliner oleh orang-orang penggemar makanan, atau seperti menjelajahi negara demi negara di kalangan penggemar perjalanan.
"Indra lidah dan hidung adalah andalan penggemar kopi selayaknya indra mata andalan penggemar lukisan," sambung Peter Slack, anggota staf di Caswell, "Ya, saya tidak salah. Menikmati kopi itu tidak cuma lidah, tetapi juga hidung."
Menurut Slack, rasa kopi yang baik dimulai dari fragrance, yaitu bau kopi sebelum diseduh. Kopi yang baik juga harus harum dan menyenangkan hidung penikmat sebelum diseduh.
"Kalau baunya tidak menarik, umumnya orang pun tak tertarik untuk meminum. Cara memanggang kopi pun bisa membedakan fragrance kopi yang satu dengan lain," tambah Slack.
Indra hidung masih berperan setelah kopi itu diseduh. "Bau setelah diseduh adalah aroma kopi. Fragrance dan aroma bisa berbeda, maka dari itu pengolahan kopi dalam segala tahapnya sangat penting. Setelah itu baru kita bicara rasanya," kata Slack.
No comments:
Post a Comment